Misteri si Cantik Petronela Van Batavia

GADIS kecil itu tiba-tiba merajuk. Ketika ibunya mendekat, ia lalu berlarian ke arah utara. Semilir angin Batavia tanggal 25 Januari 1707 mengibas rambutnya yang keemasan. Gadis bernama Petronela Wilhelmina Van Hoorn, sang kembang Batavia, tiba-tiba saja berbalik arah. Ia lalu kembali menemui ayahnya Gubernur Jenderal Joan Van Hoorn yang menyambutnya dengan senyum lebar. Gadis itu lalu tersipu malu sambil membenamkan wajahnya di baju putih bersih ayahnya. Hari itu, Petronela adalah bintang terang yang menjadi pusat perhatian semua orang. Hari itu, ia diminta untuk meletakkan batu pertama pembangunan Stadhuis, balai kota VOC di Batavia.

Tangan mungil Petronela meletakkan sebuah batu yang menjadi awal dari lahirnya sebuah gedung yang menjadi saksi panjang sejarah kolonialisme di negeri-negeri yang dihembus angin timur. Hari itu adalah hari di mana VOC sedang menaikkan layar. Sejak jalur ke Timur Jauh disusun dalam bentuk sketsa oleh Van Linschoten di akhir abad ke-16, bangsa Belanda mulai merambah hingga ke Nusantara dan menjelajah di setiap jengkal tanah ini. 

Semuanya dimulai dari seorang pemabuk dan tukang bikin onar bernama Cornelis de Houtman. Lelaki yang tinggal di Lisabon dan jago berpedang ini memimpin ekspedisi menuju Timur Jauh pada tahun 1595. Meskipun nyaris gagal, ia berhasil mencapai Nusantara dan kembali ke Tanah Belanda untuk mengabarkan petualangannya menelusuri negeri ajaib di sana. Maka dimulailah episode kedatangan ribuan kapal bermeriam hingga menancapkan jantung kekuasaan di pusat kota Batavia.

Petronela kecil tak mengenal siapa de Houtman. Namun, berkat de Houtman, ia akhirnya meresmikan sebuah gedung besar. Gedung ini kelak menjadi saksi mata dari kolonialisme yang menggemuruh dari pinggiran jalan-jalan di Amsterdam dan Leiden hingga tepi kanal Batavia. Gadis kecil bermata biru dan rupawan itu sama sekali tidak menyangka jika gedung putih itu tidak cuma menyimpan memori indah serupa kenangannya di tepi sungai Wageningen di tanah Holandia, namun gedung itu juga mencatat nestapa serta pilu dari rasa yang remuk redam dan catatan-catatan lirih dari balik penjara di dasar gedung itu.

Stadhuis atau balai kota VOC yang kini dinamakan Museum Fatahillah

Mereka menyebutnya perdagangan lintas benua. Kita menyebutnya kolonialisme. Gedung ini menyimpan suara nyaring yang menggerakkan laju perdagangan dari timur jauh hingga menumbuhkan gedung-gedung raksasa di Amsterdam sana. Balai kota ini mengendalikan sebuah tanah air yang amat besar hingga puluhan kali negeri asal si kecil Petronela. Sebelum Petronela meletakkan batu pertama, gedung ini telah dibangun oleh si bengis nan cerdas Jan Pieterzoon Coen pada tahun 1620 di dekat kali Besar Timur. Namun gedung itu rata dengan tanah, hingga selanjutnya dibangun kembali pada tahun 1626. Gedung ini adalah menyimpan selaksa kisah yang tak pernah habis tentang suatu masa yang penuh dengan nestapa, tentang bara perlawanan yang memercik dan membakar, hingga kisah pergulatan sebuah bangsa demi melepaskan diri dari belenggu penjajahan.


*** 


Patung Hermes di Museum Fatahillah
Hari ini, 18 maret 2011, aku berkunjung ke Stadhuis yang kini disebut Museum Fatahillah, Jakarta. Semalam aku memimpikan gadis kecil berambut pirang yang menuntunku ke gedung ini. Serasa nyata, dalam mimpi singkat itu ia membisikkan suatu rahasia di gedung besar yang menyimpan kenangan itu. Ia menyebut namanya Petronela. Mulanya kuanggap lelucon. Namun deskripsi lukisan karya Johannes Ranch di gedung arsip membuatku tersentak kala menyadari gadis kecil dalam mimpiku adalah Petronela. 

Dalam mimpiku, gadis itu membisikkan rahasia di bawah patung Hermes yang bertumpu di bola dunia. Mungkinkah ini rahasia dan teka-teki masa silam yang disimpan Petronela tentang bangsa ini. Lewat catatan sejarah di gedung arsip, pernah kubaca kalau VOC meninggalkan misteri besar berupa ribuan batangan emas serta kekayaan yang ditimbun dari perdagangan antar bangsa. Mungkinkah Petronela hendak menunjukkan rahasia itu?

Setelah memasuki museum yang juga dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta, aku lalu menuju ke patung Hermes di halaman belakang, tidak jauh dari meriam Si Jagur. Di tempat yang ditunjukkan Petronela, aku melihat sebuah tulisan yang digurat dengan batu. Saat itulah aku tersentak setelah merenungi apa yang tertulis di situ. What?


BERSAMBUNG

0 komentar:

Posting Komentar